Selasa, 2 Juli 2013 | 10:29
[JAKARTA] Imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dan semakin minimnya pasokan membuat harga ayam potong semakin melambung tinggi. Jika harga ayam terus meroket, Paguyuban Pedagang Ayam se-Jabodetabek mengancam akan libur masal.
Para pedagang merasa harga ayam saat ini sudah tidak masuk akal dan sulit dikendalikan. Sosialisasi mengenai libur masal ini telah disebarluaskan ke seluruh pedagang ayam di pasar-pasar tradisional yang ada di Jabodetabek.
"Itu sesuai kesepakatan rapat perwakilan pedagang ayam se-Jabodetabek, karena harga ayam sudah tidak masuk akal dan sepertinya terus dipaksakan naik," kata Asep Somantri (42), seorang pedagang ayam potong di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, kepada SP, Selasa (2/7).
Asep memaparkan, harga jual ayam potong broiler di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur pada Selasa (2/7) pagi sudah mencapai Rp 38.000 per kilogram. Kenaikan harga itu terus terjadi sejak sebulan terakhir dan diperkirakan akan terus naik. Untuk harga ayam potong tanpa tulang dengan kulit harganya saat ini menapai Rp 48.000 per kilogram, sementara daging ayam saja, tanpa tulang dan kulit harganya melambung menjadi Rp 53 ribu.
"Harga ini sudah tidak masuk akal. Biasanya harga ayam potong broiler paling tinggi Rp 17.000 per kilogram, itu pun sudah banyak pembeli yang mengeluh," ungkapnya.
Dikatakan Asep, libur masal dilakukan hingga harga ayam kembali kondusif. Tingginya harga ayam, kata Asep, diduga karena ada pihak tertentu yang berspekulasi dengan menahan pasokan bibit ayam potong atau DOC (Day Old Chicken) kepada para peternak. Untuk itu, Dia berharap pemerintah segera turun tangan mengendalikan harga ayam.
"Kami minta solusi pemerintah biar pedagang dan peternak sama-sama untung. Ini naiknya tinggi sekali," katanya.
Dikatakan Asep, tingginya harga, membuat sekitar 10 persen dari pedagang yang berjualan di Passar Kramatjati tak lagi berjualan sejak dua pekan terakhir. Pasalnya, dengan harga saat ini, tak banyak keuntungan yang dapat diraih para pedagang, sementara para pembeli semakin berkurang. Asep mengatakan, saat ini para pedagang hanya mampu meraih keuntungan tak lebih dari Rp 1.000 per kilogram. Padahal, jika harga ayam normal sekitar Rp 22.000 per kilogram hingga Rp 25.000 per kiloram, keuntungannya dapat mencapai sekitar Rp 3.000 per kilogram.
"Kalau untungnya besar, siapa yang mau beli. Ini untung sedikit saja, pembelinya juga sedikit. Karena untungnya kecil dan pembeli juga berkurang, ada sekitar 10 persen yang sudah tidak berjualan dua pekan ini," jelasnya. [F-5]
Para pedagang merasa harga ayam saat ini sudah tidak masuk akal dan sulit dikendalikan. Sosialisasi mengenai libur masal ini telah disebarluaskan ke seluruh pedagang ayam di pasar-pasar tradisional yang ada di Jabodetabek.
"Itu sesuai kesepakatan rapat perwakilan pedagang ayam se-Jabodetabek, karena harga ayam sudah tidak masuk akal dan sepertinya terus dipaksakan naik," kata Asep Somantri (42), seorang pedagang ayam potong di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, kepada SP, Selasa (2/7).
Asep memaparkan, harga jual ayam potong broiler di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur pada Selasa (2/7) pagi sudah mencapai Rp 38.000 per kilogram. Kenaikan harga itu terus terjadi sejak sebulan terakhir dan diperkirakan akan terus naik. Untuk harga ayam potong tanpa tulang dengan kulit harganya saat ini menapai Rp 48.000 per kilogram, sementara daging ayam saja, tanpa tulang dan kulit harganya melambung menjadi Rp 53 ribu.
"Harga ini sudah tidak masuk akal. Biasanya harga ayam potong broiler paling tinggi Rp 17.000 per kilogram, itu pun sudah banyak pembeli yang mengeluh," ungkapnya.
Dikatakan Asep, libur masal dilakukan hingga harga ayam kembali kondusif. Tingginya harga ayam, kata Asep, diduga karena ada pihak tertentu yang berspekulasi dengan menahan pasokan bibit ayam potong atau DOC (Day Old Chicken) kepada para peternak. Untuk itu, Dia berharap pemerintah segera turun tangan mengendalikan harga ayam.
"Kami minta solusi pemerintah biar pedagang dan peternak sama-sama untung. Ini naiknya tinggi sekali," katanya.
Dikatakan Asep, tingginya harga, membuat sekitar 10 persen dari pedagang yang berjualan di Passar Kramatjati tak lagi berjualan sejak dua pekan terakhir. Pasalnya, dengan harga saat ini, tak banyak keuntungan yang dapat diraih para pedagang, sementara para pembeli semakin berkurang. Asep mengatakan, saat ini para pedagang hanya mampu meraih keuntungan tak lebih dari Rp 1.000 per kilogram. Padahal, jika harga ayam normal sekitar Rp 22.000 per kilogram hingga Rp 25.000 per kiloram, keuntungannya dapat mencapai sekitar Rp 3.000 per kilogram.
"Kalau untungnya besar, siapa yang mau beli. Ini untung sedikit saja, pembelinya juga sedikit. Karena untungnya kecil dan pembeli juga berkurang, ada sekitar 10 persen yang sudah tidak berjualan dua pekan ini," jelasnya. [F-5]