Pencetusan munculnya Serikat Pedagang Pasar Indonesia diawali dengan diskusi yg dilakukan para pelaku pedagang pasar dengan para aktifis muda yg prihatin atas nasib para pedagang pasar saat ini. Para pelaku pedagang pasar dan aktifis muda itu adalah : Burhan Saidi, Abudin Husein, Anwar, Egi Bismo S, Afnan dan beberapa aktifis lainya . Tepatnya pada tanggal 20 Mei 2013, mulai dari diskusi singkat tentang RUU Perdagangan Pasar dan masa depan pasar rakyat Indonesia . Dari diskusi tersebut dipikirkan bagaimana format tentang masa depan para pedagang pasar melalui Lembaga yg independen. Kebutuhan akan kesejahteraan dan kebebasan dalam berdagang adalah wujud dari cita-cita yang menjadi harapan para pedagang pasar saat ini.
Kebutuhan lahirnya sebuah lembaga yang bisa melindungi, mengadvokasi dan mengindokasi para pedagang pasar adalah sangat penting untuk diwujudkan, mengingat lemabaga-lembaga yang ada sekarang cenderung hanya memanfaatkan para pedagang pasar demi kepentingan politik dan ekonomi semata, penggabungan antara kebutuhan ekonomi dan kebetuhan sosial menjadi hal yang penting untuk kita wujudkan.
Ide dan gagasan kemudian bergulir kepada para pedagang pasar baik yang ada di jakarta maupun pedagang pasar di daerah diantaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Tangerang, Banten, Padang, Aceh, Medan, Makasar, ternate, Ambon, Manado dan wilayah-wilayah lain. koordinasi dan sosialisasi terus dilakukan untuk dapat menemukan pola dan gagasan yang lahir dari para pelaku pasar yang ada didaerah. Tentang bagaimana masa depan pedagang pasar dan perkembangan situasi pedagang pasar didaerah saat ini, pengguliran gagasan juga terus diwacanakan kepada seluruh pedagang pasar, para aktivis dari berbagai kalangan.
Sebuah gagasan kemudian tidak bisa hanya diendapkan, namun harus digulirkan dalam bentuk karya anak bangsa serta dalam upaya menangkap kegelisahan para pedagang melihat potret nasib para pedagang pasar yg semakin terpinggirkan. Maka dari itu Pintu gerbang harus dibuka dan diterjang demi sebuah cita-cita yang luhur!
Penetrasi pasar modern secara makro ekonomi tidak saja mengancam pelaku pasar tradisional, tetapi juga pelaku ekonomi pada sektor-sektor lain. Dengan kondisi struktur perdagangan saat ini maka dapat disimpulkan bahwa kondisi persaingan usaha di Indonesia makin mengarah pada pola monopoli atau oligopoli sebagai dampak dari pengaruh globalisasi ekonomi (pasar bebas).
Sayangnya, regulasi pada tingkat nasional terkait perdagangan (Perpres No 112/2007 dan Permendag No 53/2008) tidak memiliki kecukupan material dan substansial dalam memberi arah dan model perlindungan dan pengembangan sistem nilai, modal sosial, dan pelaku pasar tradisional. Semangatnya justru lebih mengarah pada persaingan bebas (free fight liberalism). Isi kedua regulasi tersebut lebih mengakomodasi ketelanjuran tatanan perdagangan saat ini di mana telah terjadi dominasi peritel besar daripada memenuhi semangat dan imperasi konstitusional yang terdapat dalam Pasal-Pasal Sosial-Ekonomi Undang-Undang Dasar 1945.
Draft RUU Perdagangan yang sedang dibahas Pemerintah dan DPR saat ini juga lebih mencerminkan ketertundukan pada kenyataan faktual daripada cita-cita yang ideal (law as a tool of social enginering). Regulasi tersebut hanya melahirkan kebijakan residual, yang menjadikan pelaku pasar tradisional tetap akan sebagai obyek proyek dan pemain pinggiran.
Kebijakan perlindungan semestinya ditujukan untuk melindungi sistem nilai (kebersamaan dan kekeluargaan), modal sosial (budaya produksi), dan seluruh elemen pelaku pasar tradisional meliputi pedagang, pemasok, pengecer, pekerja informal, dan konsumen. Sesuai dengan UUD 1945 maka perlindungan pelaku pasar tradisional mencakup perlindungan terhadap elemen material, intelektual, dan institusional mereka.
Perlindungan ketiga dimensi dan elemen tersebut semestinya meliputi berbagai aspek komprehensif mencakup pembatasan (kuota) jumlah toko modern, penetapan lokasi dan jarak (zonasi), pembatasan jam buka toko modern, pembagian produk yang dijual, pengaturan perijinan, penyebaran kepemilikan dan penilikan toko modern, penyeimbangan hubungan antara pedagang besar, menengah, dan kecil (pembagian pangsa pasar), dan penegasan arah dan pola pembinaan pasar tradisional.
Berdasarkan paparan di atas, maka sudah selayaknya perlu dibikin sebuah lemabaga independent yang jujur dan bisa memberikan perlindungan, untuk mengembangkan SDM pelaku pasar, penataan (setting) pasar dan revitalisasi kios zona depan untuk memaksimalkan fungsi tempat pasar, menggerakkan kecintaan publik sejak dini melalui berbagai promosi di media public, melakukan berbagai inovasi bisnis untuk mengoptimalkan layanan kepada pelanggan.
Maksud dan Tujuan
Membentuk para pedagang pasar yang mandiri dan berjiwa sosial.
Menciptakan para pelaku pedagang pasar yang mampu bersaing secara sehat.
Mengembalikan Fungsi pasar sebagai sarana jual beli yg seimbang dan saling menguntungkan antara penjual dan pembeli.
Terpenuhinya hak-hak pedagang pasar dalam menjalankan bisnisnya.
*************