9 Juli 2013
Oleh: Anthon P. Sinaga
DALAM bulan suci Ramadan ini, berbagai upaya untuk mengeruk keuntungan dengan jalan pintas, bisa terjadi. Misalnya, lewat penjualan makanan dengan bahan yang tidak memenuhi kesehatan dan berbahaya, seperti pengawet formalin, borax dan zat pewarna tekstil. Hal-hal seperti ini perlu diwaspadai. Ingat pepatah lama, teliti sebelum membeli.
Belum lama ini, petugas dari beberapa instansi di Kota Bogor, telah menyita ratusan tahu yang menggunakan zat pewarna tekstil. Demikian pula sejumlah usus atau bagian dalam ayam yang mengunakan pengawet formalin. Hal ini merupakan hasil inspeksi mendadak (sidak) petugas gabungan beberapa instansi Pemkot Bogor ke beberapa pasar tradisional di kota hujan tersebut. Tentu tidak hanya di Bogor, kondisi serupa juga bisa terjadi di Bekasi, Depok, Tangerang dan Jakarta.
Mengonsumsi makanan berformalin dan memakai zat pewarna tekstil, amat berbahaya bagi kesehatan. Mungkin tidak terasa dalam jangka pendek, tetapi untuk jangka lama, bisa timbul beragam penyakit yang tidak mudah disembuhkan. Macam-macam alasan pedagang atau produsen makanan menggunakan zat-zat berbahaya itu. Alasannya, karena harganya murah, mudah didapat, dll, tetapi tidak memikirkan akibatnya bagi pembeli atau pengguna makanan tersebut.
Baru-baru ini terdengar kabar, bahwa Jokowi-Ahok telah menginstruksikan di setiap pasar tradisional di Jakarta didirikan sebuah klinik untuk mematau semua jenis makanan yang dijual di pasar tersebut, aman dikonsumsi. Tidak diketahui apakah hal itu terus berjalan hingga saat ini. Pengawasan makanan di pasar-pasar, sebenarnya juga terkait dengan upaya pencegahan penyakit yang menjadi satu kesatuan dengan program pemberian KJS (Kartu Jakarta Sehat). Pendirian klinik-kilinik pengawasan makanan di pasar-pasar tradisional, perlu ditiru di semua pasar di Jabodetabek.
Selain tahu, ayam busuk atau ayam tiren dan usus ayam yang dipakai formalin dan zat pewarna tekstil, mie berformalin juga banyak dipasok ke pasar-pasar oleh produsen yang tidak bertanggung jawab. Ironisnya, tidak semua konsumen bisa langsung mengetahui penggunaan bahan-bahan tambahan berbahaya ini, sehingga dibutuhkan peranan petugas pemerintah dengan pengetahuan dan peralatan yang cukup untuk mencegah dan melindungi masyarakat pembeli.
Tak Cukup Penindakan
Menanggapi sidak-sidak instansi pemerintah terkait ke pasar tradisional seperti di Bogor ini, Guru Besar Rekayasa Proses Pangan, Institut Pertanian Bogor, Purwiyatno Hariyadi menilai, model penindakan dan pemusnahan saja tidak akan menyelesaikan persoalan. Penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk pangan ini sudah berlangsung lama dan penindakan tidak membuat pedagang atau produsen makanan menjadi jera.
Ia mengatakan, pemerintah harus menyentuh akar persoalan, yakni pemberdayaan pasar tradisonal dan pedagang, serta pengamanan infrastruktur keamanan pangan. Untuk menekan penggunaan zat pewarna dan pengawet berbahaya untuk pangan, perlu disediakan fasilitas pendingin untuk daging di pasar-pasar tradisional. Selain itu, harus pula tersedia air bersih yang cukup, dan sanitasi lingkungan yang memadai. Seperti halnya di pasar modern.
Di sentra pembuatan pangan skala kecil, seperti pembuatan tahu, dan kerupuk, pemerintah harus membantu penyediaan bahan pengawet atau zat pewarna makanan yang sehat dan aman. Namun, bahan tambahan untuk pangan ini harus bisa dibeli dengan harga terjangkau agar produsen kecil tidak mencari bahan yang murah, walaupun berbahaya. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan subsidi bagi pengadaan bahan pengawet dan zat pewarna makanan yang aman ini. Persoalan pewarna tekstil dan pengawet kayu untuk makanan ini sudah lama dilakukan, karena dalam jumlah besar harganya lebih murah.
Namun, sebelum pemberdayaan pasar tradisonal dan pedagang ini bisa dilakukan, instansi pemerintah terkait harus terus-menerus melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada para pedagang tentang bahayanya penggunaan bahan-bahan bukan untuk pangan tersebut. Kepada para konsumen perlu pula disebarluaskan ciri-ciri pangan yang mengandung zat berbahaya itu agar tidak dibeli, walaupun ditawarkan dengan harga yang murah. Ciri-ciri makanan berformalin dan yang menggunakan zat pewarna bukan untuk bahan pangan, perlu dibuat dalam bentuk pamflet di pasar-pasar tradisional, agar masyarakat awam mudah mengenalinya. ***