REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
Serikat
Pedagang Pasar Indonesia (SPPI) mengeluhkan sedikitnya 1,625 juta pedagang
pasar tradisional terpaksa gulung tikar akibat menjamurnya pasar
modern, minimarket dan hipermarket. Presiden SPPI Burhan Saidi mengatakan, data
terbaru pedagang pasar sebanyak 12 juta orang. Namun, keberadaan pedagang pasar
lama kelamaan akan tergeser oleh pasar modern.
“Adanya ribuan minimarket membuat pedagang mengalmi penurunan omzat, bahkan sampai bangkrut,” ujarnya saat pidato sambutan deklarasi SPPI di Jakarta, Ahad (9/6).
“Adanya ribuan minimarket membuat pedagang mengalmi penurunan omzat, bahkan sampai bangkrut,” ujarnya saat pidato sambutan deklarasi SPPI di Jakarta, Ahad (9/6).
Dia menyebutkan, pada 2007 jumlah pedagang pasar sebanyak 12.625. 000. Tetapi
pada 2008, jumlah pedagang pasar tinggal 11 juta. “Dengan demikian selama satu
tahun terjadi penurunan 1.625.000,” tuturnya.
Dia khawatir, jika hal ini terus dibiarkan, maka pedagang pasar tergusur. Dia
menambahkan, belum lagi karena revitalisasi pasar, belum tentu para pedagang
pasar dapat menempati kios lamanya lagi. “Bisa jadi kios itu diisi oleh
pedagang baru,” ucapnya.
Belum lagi perdagangan bebas (AFTA) 2015 yang didepan mata bukan hal yang
main-main. Dia menegaskan, kapitaliseme tidak pernah memihak rakyat kecil, dan
menghilangkan prinsip ekonomi kerakyatan. Dia menuding regulasi peraturan
presiden (perpres) dan peraturan menteri perdagangan (permendag) yang ada
selama ini substansinya tidak berpihak pada pedagang.
“Semangatnya mengarah pada perdagangan bebas, dimana ada dominasi peritel
besar,” ucap Burhan.
Dia menegaskan, fenomena itu tentu melawan ekonomi kerakyatan. Padahal, tambahnya,
mereka penggerak ekonomi rakyat. Menurutnya para pedagang pasar berhak
mendapartkan kesejahteraan sama seperti kita (masyarakat lainnya). Dia berharap
Pemerintah harus serius. “Peran pemerintah menjaga kesejahtaraan pedagang
dan tidak menggeser padagang yang bertahun-tahun ada,” ujarnya.
Dia berharap pemerintah melakukan perlindungan terhadap pasar, Pembatasan
kuota, jumlah toko modern sampai mengatur lokasi dan jarak pasar modern. “Kami
berharap ada pengaturan perijinan,” tuturnya.
Pihaknya memberikan apresiasi penuh kepada pemerintah untuk mempercepat
disahkan Rancangan Undang -Undang (RUU) perdagangan yang kini sedang dibahas.
“Karena disahkannya itu menjadi payung hukum untuk pemerintah pusat
mengintervensi terhadap pemerintah daerah (pemda) yang berlindung dibalik
otonomi daerah,” ujarnya.
Reporter
: Rr Laeny Sulistyawati
|
Redaktur
: Nidia Zuraya
|