Sunday, July 28, 2013
0 komentar

Awas! Banyak Makanan Kadaluarsa di Swalayan

6:10 AM
Wednesday, 20 July 2011
Noor Jehan – Staff YLKI

Hal ini diketahui dari hasil Inspeksi mendadak (Sidak) oleh pemerintah Kota Jakarta Pusat Suku Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan Perdagangan bersama YLKI. Sidak yang dilaksanakan pada 19 Agustus 2010 mengambil lokasi di pasar tradisional, Senen, dan Swalayan. Beberapa intansi terkait dari Pemkot Jakarta Pusat, ikut berperan aktif dalam kegiatan ini. 

YLKI turut aktif dan bertindak sebagai salah satu pengawas dalam mengawasi makanan dan minuman yang beredar di pasaran. Dari hasil sidak di pasar tradisional Senen diperoleh temuan, sebagai berikut :
  1. Bakso dalam kemasaran yang tidak memiliki izin registrasi
  2. Daging impor dari Australia dan New Zealand yang tidak memiliki izin dari instansi terkait, dengan harga relatif murah jika dibandingkan dengan daging lokal.
Sedangkan sidak yang dilakukan di dua swalayan ternama, ditemukan beberapa kemasasan makanan yang selayaknya tidak dijual lagi ataupun makanan yang sudah mendekati masa kadaluarsa serta makanan yang telah kadaluarsa, diantaranya :

  1. Makanan kadaluarsa, yaitu ikan bandeng Presto yang telah kadaluarsa sekitar 2 minggu, tetapi masih di display oleh pihak swalayan.
  2. Susu cair, waktu kadaluarsanya kurang dari 5 hari.
  3. Susu kental manis, tidak memiliki tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa
  4. Jus dalam kemasan kardus yang sudah penyok ditemukan dalam parcel
  5. Minuman ringan ataupun susu dalam kemasan kardus tetrapack yang sudah menggelembung ataupun penyok
  6. Susu cair impor, hanya mencantumkan tanggal, tetapi tidak menjelaskan apakah tanggal produksi atau kadaluarsa
  7. Minuman ringan dalam kemasan gelas plastik penyok dan kotor
  8. Makanan kaleng dengan kemasaran penyok dan berkarat
  9. Dari segi perlengkapan label, banyak terdapat produk impor tidak dilengkapi dengan bahasa Indonesia baik dari komposisi maupun tanggal kadaluarsa. Perizinan dari Badan BPOM atau instansi terkait hanya berupa stiker dengan tulisan kecil sehingga susah dibaca konsumen.
Temuan ini tentu saja melanggar UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dalam dua UU tersebut dijelaskan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan barang yang aman serta mendapatkan informasi yang jelas dan benar mengenai kondisi barang. Perlabelan barang yang beredar pun harus dalam bahasa Indonesia sehingga memudahkan konsumen memahami.

Tetapi makanan kadaluarsa dan makanan impor yang tidak memiliki izin, serta perlabelan yang tidak menggunakan bahasa Indonesia makin marak beredar di masyarakat. Siapa yang mempunyai peran penting dalam pengawasan makanan beredar? Apakah konsumen, produsen, dan pemerintah?

Tentunya Pemerintah memiliki andil sangat besar dalam mengawasi makanan dan minuman yang beredar. Pemerintah memiliki kewajiban dalam memberikan perizinan sesuai sesuai dengan standar yang berlaku, mengawasi pengadaan barang dan pemasarannya sampai tingkat konsumen. Pengawasan pun harus mencakup pasar tradisional, karena di pasar ini yang paling beresiko barang kadaluarsa dan barang yang tidak memiliki izin.

Jika konsumen mendapatkan barang yang tidak layak dikonsumsi maka pelaku usaha dapat dikenai sanksi administratif karena melanggar pasal 19 ayat (2 dan 3) UU Perlindungan Konsumen.

Sidak seperti ini seharusnya dilakukan secara kontiniu (sepanjang tahun). Dengan kata lain, tidak hanya dilakukan dalam rangka menyambut lebaran. Di samping itu, pemerintah harus mempublikasikan secara luas kepada masyarakat bagaimana cara memilih barang yang layak dan aman di konsumsi.

***
 
Toggle Footer
Top