Sabtu, 21 September 2013
Metrotvnews.com, Grobogan:
Petani kedelai di pantura Jawa Tengah merasa dipermainkan oleh kebijakan pemerintah yang mencabut bea masuk impor kedelai. Mereka menegaskan Permendag Nomor 45 Tahun 2013 yang mengubah bea masuk impor (import duty) kedelai dari 5% menjadi 0% semakin menyulitkan petani.
"Nasib kita dari tahun ke tahun selalu berat karena pemerintah mengombang-ambingkan kebijakan yang selalu tidak berpihak kepada petani," kata Ketua Kelompok Tani Mintreng, Demak, Nur Chabib, kepada Media Indonesia, Sabtu (21/9).
Pemantauan Media Indonesia petani di sentra kedelai di Pantai Utara Jawa seperti Grobogan, Demak, dan Pati terlihat tidak bergairah. Berubahnya kebijakan itu seolah menjadi tamparan keras karena panen raya yang diharapkan tidak dapat maksimal tercapai akibat kekeringan melanda.
Harga kedelai lokal di tingkat petani masih tetap tertekan jauh dari harga pasar yang kini terjadi mencapai Rp9 ribu per kilogram. Sekadar informasi, harga pembelian pemerintah (HPP) Rp7.000 per kilogram, adapun pemerintah mematok harga kedelai impor Rp8.490 per kilogram.
Ditambahkan Nur Chabib, rencana pencabutan bea impor kedelai akan memicu harga kedelai semakin terpuruk. Pasalnya, kedelai lokal memang kurang diminati para perajin tahu dan tempe. "Jika ini tetap berjalan,kami tidak akan lagi menanam kedelai, jadi upaya swasembada hanya omong kosong saja," tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Rochadi, 54, petani kedelai di Purwodadi, Grobogan. Menurutnya, rencana pemerintah mencabut bea impor semakin akan mempersulit nasib petani terutama petani kedelai karena harga kedelai lokal yang kurang diminati perajin tahu tempe akan semakin tidak laku di pasaran.
"Kalau memang kebijakan itu dilakukan, kami percuma menanam kedelai dan dipastikan jumlah petani menanam kedelai akan berkurang hingga 50%," keluh Rochadi.
Sumanah, 60, petani lain di Margorejo, Pati, mengatakan banjir impor justru membuat harga kedelai jatuh dan petani akan semakin dirugikan. "Pemerintah memang selalu tidak konsisten dan mempermainkan nasib petani," kritiknya. (Akhmad Safuan)